“Aku merasa lebih penuh sebagai seorang manusia. Bukan karena lagunya, tapi cara aku mempresentasikan lagu-lagu ini di ruang intim seperti tur kenduri. Lalu menyematkan kegiatan-kegiatan yang aku percayai adalah kegiatan-kegiatan yang bukan Cuma menyenangkan. Ketika itu dileburkan, aku merasa lebih penuh, dan hara menjadi semacam ruang aman untukku melakukan hal-hal yang aku percayai dan cintai.”
Rara Sekar melalui “hara” menciptakan mini album “Kenduri” yang merupakan pengejawantahan mengenai relasinya dengan alam. Sebelumnya, Rara sekar dalam karir bermusik dikenal dengan proyek bersama Banda Neira dan Daramuda. Selain menjadi seorang musisi, Rara Sekar juga aktif sebagai peneliti dan edukator.
Seni termasuk musik menjadi media hiburan dan alat berekspresi bagi penciptanya. Pada makna dan fungsinya yang prinsipil, seni lebih dari pada itu ada keberpihakan di dalamnya. Berbagai wacana dihadirkan oleh musisi, termasuk sebagian di antaranya adalah upaya mengalahkan wacana dominan. Sajian yang mencoba mengalahkan seni yang terkooptasi dan tunduk oleh kekuasaan, termasuk pasar.
Seperti pernah dikatakan oleh Saut Situmorang, menurutnya seni tidak hanya untuk menyebabkan terjadinya perubahan dalam masyarakat, tapi merangsang agar perubahan tersebut bisa terjadi. Perubahan bisa berbentuk pencerahan rakyat atas negaranya dan hak-hak apa yang dimiliki oleh rakyat dalam menghadapi penindasan negara dan kapitalisme.
Eksistensi seni memiliki kaitan erat dengan pergerakan. Melalui seni yang berfokus pada isu lingkungan, banyak seniman membantu kita memahami alam. Mereka membantu para pendengarnya untuk memaknai kembali hubungan manusia dengan alam.
Rara Sekar sendiri meyakini jika seni mengandung pengetahuan di dalamnya. Latar belakangnya sebagai edukator sekaligus peneliti diakuinya sulit jika hanya sekedar menulis lagu tanpa menyertakan isu dan wacana yang diyakininya.
“Aku merasa setiap karya atau relasi yang terbangun adalah relasi pendidikan atau relasi edukasi. Jadi pasti ada pengetahuan yang dipertukarkan dan ada diskursus di sana antara pengetahuan A dengan B dan bertemu di ruang itu. Aku merasa ruang konser bagiku, apalagi yang lebih intim itu bisa menjadi ruang belajar bersama, untuk menyuarakan isu-isu yang kita percaya, keberpihakan kita sebagai musisi itu. Aku merasa ini sebagai ruang yang efektif, karena kita tidak hanya bisa sekedar menyuarakan atau menyampaikan posisi kita terhadap isu-isu itu, tapi juga membangun komunitas yang mau bersama mengarah ke satu hal yang lebih baik. Dan itu dua hal yang sangat penting bagiku,” ungkap Rara Sekar yang ditemui usai Konser Kenduri
Konser Kenduri sendiri merupakan penutup dari rangkaian tur yang diciptakan Rara Sekar sejak pertengahan tahun lalu, untuk mempromosikan album Kenduri dalam proyeknya sebagai hara. Tur Kenduri inilah yang dimaksud oleh Rara Sekar sebagai ruang intim tempat ia menyuarakan keberpihakannya sekaligus ruang temu dan belajar bersama.
Di ruang intim itu Rara Sekar menambahkan aktivitas yang biasa ia lakukan sehari-hari sebagai pengalaman yang bisa dirasakan oleh yang hadir dalam tur. Kegiatan menyenangkan mulai dari bersepeda, meramban, memasak, makan, botram, hingga jalan kaki, menjadi pengalaman tambahan selain penampilan musik itu sendiri. Rasa penuh sebagai seorang manusia didapatkan oleh Rara Sekar ketika meleburkan presentasi musik bersama dengan rangkaian kegiatan yang ia cintai. Hal itu diakui Rara Sekar mewujud sebagai ruang aman baginya.
Tentang Album Kenduri
Album Kenduri bagi Rara Sekar menjadi semacam penanda salah satu fase hidup di mana Ia mengaku mulai mendalami relasinya dengan alam. Keterhubungannya dengan alam diakui olehnya menjadi fokus utama dalam keseharian beberapa tahun ke belakang. Yakni, semenjak Ia mulai berkebun dan menanam sendiri makanannya, serta melakukan hal-hal baru tentang alam. Termasuk di dalamnya terinspirasi oleh masyarakat adat.
“Si Kenduri adalah caraku mengabadikan perjalananku sejauh ini. hara sendiri memang lahir di dalam konteks Rara Sekar hari ini, di mana aku sudah berkebun, menyelesaikan studi di bidang antropologi. Jadi, ini adalah muara dari hal-hal yang membentuk seorang Rara Sekar, salah satunya memang isu ekologi dan isu sosial,” jelas Rara Sekar.
Lagu yang terdapat dalam album Kenduri berisi cerita yang datang dari pengalaman Rara Sekar pribadi. Sehingga, karya yang ada di dalamnya terasa sangat personal baginya. Akar Wangi misalnya, adalah tentang mimpinya akan sungai di dekat rumahnya. Di dalamnya terdapat gambaran permasalahan struktural tentang sampah di mana manusia menjadi bagian darinya. Lagu ini semacam permintaan maaf kepada Ibu Bumi.
Kebun Terakhir kemudian bercerita mengenai pengalaman dan pemaknaannya akan pengalaman berkebun. Ia melihat kebunnya yang mati, dan siklus tak berkesudahan dalam tanah. Mengingatkannya akan konflik agraria di mana banyak tanah dirampas dan dialih fungsikan. Dalam kesedihannya melihat oligarki dan ketidakadilan, ia berharap kebun yang mati bukanlah akhir bagi perjuangan mereka. Baginya, dalam Kebun Terakhir tersimpan harapan serupa proses menanam, tentang harapan akan kebun dan keadilan.
Tentang proses kreatif penciptaan lagu-lagu dalam album Kenduri, Rara Sekar mencoba bereksperimen dengan peleburan akan cara menulis lagu dan bermusik dengan pengetahuan-pengetahuan kritis. Beberapa musisi diakuinya mempengaruhi dari segi musikalitas, sedangkan para penulis dan peneliti mempengaruhi dalam wacana.
*“*Aku waktu itu banyak membaca buku Tania Murray Li, seorang antropolog khususnya di isu agraria dan pembangunan. Kebetulan penelitianku juga tentang pemuda adat. Banyak antropolog yang menginspirasi. Kalau dari Indonesia ada Saras Dewi yang aku sangat respect dan melihat karya-karyanya sebagian panduan dalam berkarya” jelas Rara Sekar kepada tim Mandat.
Pada akhirnya seni tidak tumbuh dalam ruang yang steril. Ia dibentuk dan membentuk wacana. Seperti yang diyakini oleh Rara Sekar bahwa selalu ada diskursus dan pengetahuan yang dipertukarkan. Seni khususnya musik juga bagi Rara Sekar menandai keberpihakannya pada suatu isu.
Ditulis oleh: Listia Masruroh | Gambar oleh: Dedy Andrianto